Prakiraan Cuaca Berbasis Dampak

Selama ini, cuaca ekstrem seperti siklon tropis cukup sering terjadi dan berdampak pada peningkatan curah hujan serta angin kencang di wilayah Indonesia. Namun, meski informasi cuaca yang berpotensi memberikan dampak cukup buruk sudah diinformasikan melalui berbagai media dengan detail, bencana tetap terjadi. Kerugian yang diakibatkan juga sangat besar, mulai dari kerusakan dan kehilangan harta benda hingga nyawa.

Ternyata, meski sudah mengetahui apa yang akan terjadi, hal itu tidak cukup membuat pemangku kepentingan dan masyarakat bertindak untuk mencegah bencana terjadi. Prakiraan dan peringatan dini cuaca yang diterima hanya sekedar angin lalu. Untuk itu, World Meteorological Organization (WMO) memperkenalkan paradigma baru dalam prediksi cuaca yang disebut Impact-Based Forecast (IBF) atau Prakiraan Berbasis Dampak. Dalam IBF, informasi cuaca yang disampaikan berfokus pada dampak yang dapat ditimbulkan oleh keadaan cuaca signifikan, seperti hujan lebat, angin kencang, thunderstorm/hujan lebat yang disertai angin dan kilat atau petir, abu vulkanik, rendahnya curah hujan di musim kemarau yang berkepanjangan, dan sebagainya. Akan lebih mudah menanggapi suatu informasi cuaca jika kita tau apa akibat dari hal tersebut. Harapannya dengan paradigma baru ini, pemangku kepentingan dan masyarakat dapat mengetahui akibat yang dapat ditimbulkan, bagaimana cara menghadapinya, serta melakukan aksi sehingga dapat mengurangi dampak dari cuaca buruk.

Dalam IBF terdapat beberapa elemen penting yang perlu dipahami, diantaranya adalah risk, vulnerability, hazard, dan exposure. Risk atau risiko merupakan gabungan antara vulnerability (kerentanan), hazard (bahaya), dan exposure (keterpaparan). Kerentanan menggambarkan seberapa mudah suatu lokasi terkena dampak dari bahaya/ancaman (dalam hal ini adalah cuaca buruk), sedangkan keterpaparan dicontohkan oleh suatu daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan berpotensi terkena dampak dari bahaya. Semakin erat hubungan ketiga elemen ini (kerentanan, bahaya, dan keterpaparan), semakin besar risiko suatu daerah mengalami bencana. Informasi IBF dapat digunakan untuk memperkecil hubungan ketiga elemen tersebut sehingga dapat memperkecil risiko terkena dampak. Untuk itu dalam membuat informasi IBF, selain mempertimbangkan faktor cuaca sebagai hazard, penting juga mempertimbangkan kerentanan dan keterpaparan suatu daerah yang bisa digambarkan oleh kepadatan penduduk, jam sibuk, topografi, demografi, dan sebagainya.

Elemen penting lain dalam IBF adalah ketidakpastian prediksi (uncertainty). Jika pada informasi prakiraan cuaca konvensional hanya menginformasikan-misalnya-hujan/tidak hujan, pada IBF juga harus menginformasikan seberapa besar kemungkinan suatu kondisi cuaca dapat terjadi dan seberapa besar dampak yang mungkin dapat ditimbulkan. Misalnya dari hasil analisis teramati bahwa dalam 24 jam kedepan ada kemungkinan 70% akan terjadi hujan lebat selama 2-3 jam merata hampir di seluruh Jakarta yang dapat menyebabkan beberapa daerah aliran sungai meluap dan membentuk genangan di beberapa titik jalan utama. Tingkat kemungkinan ini penting diinformasikan untuk memberi pemahaman bahwa dalam prediksi cuaca akan selalu ada ketidakpastian yang bisa disebabkan oleh konsistensi data yang ditunjukkan model-model cuaca yang digunakan, pola yang teramati selama ini, penilaian forecaster, dan sebagainya.

Baik potensi dampak/impact dan tingkat kemungkinan/likelihood disatukan dalam suatu matriks yang disebut matriks risiko (risk matrix). Matriks ini dijadikan acuan untuk menentukan level warning berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya hazard dan potensi dampak yang dapat ditimbulkan. Level warning yang digunakan adalah waspada (kuning), siaga (oranye), dan awas (merah). Perlu dipahami bahwa level warning ini diikuti informasi nomor kategori yang menunjukkan informasi likelihood dan impact, dan level warning yang sama bisa menunjukkan potensi dampak yang sama. Misalnya warning yang dikeluarkan adalah siaga kategori 7, artinya ada kemungkinan medium (50-80%) terjadinya hujan lebat yang mengakibatkan dampak signifikan. Level warning ini akan menunjukkan potensi dampak yang sama dengan waspada kategori 4, hanya saja kategori 4 menunjukkan low likelihood.

Matriks Risiko

Melalui dokumen WMO 1150 tentang Guidelines on Multi-hazard Impact-based Forecast and Warning Services Part I and II, WMO memberikan panduan untuk mengganti paradigma prakiraan cuaca dan praktiknya. Indonesia sendiri melalui BMKG mulai mempersiapkan IBF sejak 2017 untuk berkontribusi dalam Weather Ready Nation (WRN).

Dalam IBF, BMKG tidak bekerja sendiri, namun bekerja sama dengan beberapa pemangku kepentingan diantaranya BNPB, BPBD, PUPR, relawan, PMI, jurnalis, dan sebagainya dalam membangun IBF untuk mencakup kebutuhan berbagai sektor dan masyarakat. Melalui kerja sama ini, identifikasi risiko dampak cuaca buruk yang ditimbulkan untuk berbagai sektor terutama sektor kebencanaan dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan. Hal ini dituangkan dalam matriks dampak dan respon dari beberapa bahaya. Saat ini, matriks dampak dan respon yang disediakan untuk sektor kebencanaan adalah dampak bahaya hujan lebat, angin kencang, dan thunderstorm.

Saat ini, informasi IBF dibuat dan disajikan dalam platform BMKG Signature (System for Multi-Generation Weather Model Analysis and Impact Forecast). Platform ini menyediakan berbagai model untuk prediksi dan analisis cuaca yang dapat digunakan untuk pertimbangan membuat IBF.

Tampilan BMKG Signature

Sebagai tools utama, terdapat hasil perhitungan antara indeks risiko berbagai dampak dari BNPB (seperti banjir, banjir badang, tanah longsor, dan lainnya) serta dengan data curah hujan 24 jam ECMWF (European Centre for Medium-Range Weather Forecasts). Hasilnya disajikan dalam bentuk poligon yang digunakan sebagai pertimbangan menentukan area warning. Berbagai data lainnya seperti topografi, kejenuhan tanah, tinggi muka air, akumulasi curah hujan, dan observasi nowcasting juga dijadikan pertimbangan untuk menentukan level warning IBF dalam matriks risiko. Pembuatan informasi IBF sangat memerlukan peninjauan oleh forecaster, karena forecaster telah memiliki pengetahuan tentang pola kondisi cuaca pada model dan pengamatan serta di daerah masing-masing, serta daerah mana yang terdampak dari kondisi tersebut. Oleh karena itu, penentuan daerah warning serta levelnya dalam matriks risiko digambar manual menggunakan drawing tool.

Penentuan daerah warning dan level menggunakan drawing tool

IBF Indonesia saat ini masih tahap awal dan kedepannya akan terus dikembangkan. Harapannya, dampak dari cuaca buruk akan dapat diminimalisir dengan keterlibatan banyak pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat.

Penulis : Sub Bidang Prediksi Cuaca, Pusat Meteorologi Publik


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *